SELAMAT DATANG di nobitaufiqhidayat.blogspot.com sering-sering kunjung ya,.. :D

Senin, 12 November 2012

Gangguan Keseimbangan Elektrolit: Hipermagnesium

Bismillahirohmanirrohim,.. kali ini saya akan mencoba memposting tugas kuliah saya semester 2 yaitu tugas mata kuliah biokimia tentang Gangguan Keseimbangan Elektrolit. Semoga Berguna,... Terimakasih,..

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostasis . Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting artinya untuk proses kehidupan dalam tubuh manusia. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit didefinisikan sebagai keadaan perubahan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh total.

1.2 Tujuan

1. Agar mahasiswa mengerti tentang apa itu gangguan elektrolit hipermagnesium

2. Agar mahasiswa mengerti apa saja penyebab dari hipermagnesium

3. Agar mahasiswa mengerti apa saja efek atau akibat yang di timbulkan dari hipermagnesium

4. Sebagai tugas dalam membuat makalah tentang Biokimia

BAB II
ISI



2.1 Pengertian

Magnesium berperan sangat penting sebagai ion esensial di dalam pelbagai reaksi enzimatis dasar pada metabolism senyawa antara. Enzim-enzim ini termasuk:

1. Kelompok fosfat pemindah (fosfokinase), karena itu magnesium terlibat dalam fosforilasi glukosa yaitu pada metabolisme anaerobiknya dan pada reaksi-reaksi dekarboksilasi oksidatif siklus asam sitrat yang membutuhkan tiamin pirofosfat.

2. Asilat koenzim A pada awal reaksi oksidasi asam lemak (teokinase).

3. Kelompok penghidrolisis fosfat dan pirofosfat (fosfatase dan pirofosfatase), dalam hal ini magnesium bertindak sebagai aktifator,

4. Pengaktif asam amino (sintesis asam amino asil).

Selanjutnya magnesium terlibat dalam sintesis proteinmelalui kegiatan agresis ribosoma, berperan dalam pengikatan RNA pada ribosom 70S, dan dalam sintesis dan degradasi DNA. Magnesium juga penting dalam pembentukan AMP siklik dan senyawa suruhan kedua lainnya. Dokumentasi seluruh keterlibatan magnesium dalam pelbagai proses enzimatis seperti di atas dan fungsi enzim lainnya dinyatakan dalam penelitian-penelitian lain. Magnesium memegang peranan penting dalam transmisi dan kegiatan neuromuskuler. Pada beberaapa bagian tubuh, magnesium bekerja secara sinergis dengan kalsium, sedangkan pada beberapa lainnya, antagonis.

Magnesium merupakan kation terbanyak ke empat di dalam tubuh dan kation terbanyak kedua di dalam intraseluler setelah potasium. Magnesium (Mg) mempunyai peranan penting dalam struktur dan fungsi tubuh manusia. Tubuh manusia dewasa mengandung kira-kira 25 gram magnesium. Total magnesium dalam tubuh laki-laki dewasa diperkirakan 1 mol (24 g) (Topf and Murray, 2003). Jumlah minimum magnesium yang direkomendasikan setiap hari tersedia untuk orang dewasa adalah 0,25 mmol (6 mg)/kg berat badan (Sclingmann et al. 2004). Distribusi magnesium dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, 33% di dalam otot dan jaringan lunak, dan kurang lebih 1% dalam darah. Di dalam darah 55% magnesium dalam keadaan bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologi aktif, 30% berikatan dengan protein (terutama albumin), dan 15% dalam bentuk anion kompleks (Fox et al. 2001).

Pada kondisi tubuh normal konsentrasi magnesium akan selalu berada konstan dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antara absorpsi di usus dan ekskresi di ginjal dimana tubulus ginjal berperanutama dalam pengaturan magnesium (Sclingmann et al. 2004). Absorpsi magnesium di usus halus lebih sedikit dibandingkan dengan di kolon. Magnesium diperkirakan 1 mmol hilang atau terbuang dalam sekresi di gastrointestinal setiap hari. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total magnesium tubuh. Ekskresi magnesium lebih banyak terjadi pada malam hari. Pada bagian glomerulus ginjal, magnesium (baik dalam bentuk ion atau magnesium kompleks) mengalami filterisasi sebanyak 70%, sedangkan di bagian nefron reabsorpsi magnesium lebih 96%. Jumlah yang di reabsorpsi dapat bervariasi, mulai mendekati nol sampai 99.5% tergantung pada keseimbangan magnesium individu (Topf and Murray, 2003)

Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam lebih 300 reaksi metabolik esensial. Hal tersebut diperlukan untuk metabolisme energi, penggunaan glukosa, sintesis protein, sintesis dan pemecahan asam lemak, kontraksi otot, seluruh fungsi ATPase, hampir seluruh reaksi hormonal dan menjaga keseimbangan ionik seluler. Magnesium diperlukan untuk fungsi pompa Na/K-ATPase. Defisiensi magnesium menyebabkan peningkatan sodium intraseluler dan potasium banyak ke luar dan masuk ke ekstraseluler. Hal tersebut mengakibatkan sel mengalami hypokalaemia dimana hanya dapat ditangani dengan pemberian magnesium (Gum, 2004).

Selanjutnya magnesium juga mempengaruhi homeostasis kalsium dalam dua mekanisme. Pertama, sebagian kalsium channel bergantung pada magnesium. Ketika konsentrasi magnesium intraseluler tinggi, kalsium ditranspor ke dalam sel dan dari retikulum sarcoplasmic dihambat. Dalam defisiensi magnesiumkebalikan terjadi dan akibatnya konsentrasi intraseluler kalsium meningkat. Kedua, magnesium diperlukan untuk pelepasan dan aksi hormon paratiroid. Magnesium berhubungan dengan rata-rata kalsium dimana pasien dengan hypomagnesaemia mempunyai plasma kalsium yang rendah yang dapat dikembalikan normal dengan pemberian suplementasi kalsium setelah defisiensi magnesium diperbaiki (Gum, 2004).

2.2 Kimia Fisiologi Magnesium

Pembagian dalam tubuh. Magnesium memiliki sifat-sifat yang sama seperti kalsium dalam hal absorbsi yang sangat terbatas dan penyimpanannya dalam tulang. Magnesium juga mirip dengan kalium sebagai komponen intraselular yang penting, dan mirip natrium dalam hal efisiensi yang dapat ditahan oleh ginjal pada saat kadar lainnya pada serum menurun. Keadaan ini menarik perhatian yang lebih besar karena defisiensi magnesium dapat mempengaruhi metabolisme ketiga unsur di atas dengan cara yang sama pula.

Tubuh manusia seberat 70kg mengandung kurang lebih 20 hinnga 28 g magnesium, setara 1667 hingga 2400mEk ion ini (1 mEk = 0,5 mM = 12mg). Kira-kira 55 persen magnesium terdapat dalam tulang dan kira-kira 27 persen di otot. Otot. Hati, jantung dan pankreas mengandung magnesium dalam jumlah yang sama (kurang lebih 16mEk tiap kilogram berat basah). Kadar magnesium di dalam eritrosit di laporkan berkisar antara 4.3 hingga 6.3 mEk per liter, bergantung pada cara analisisnya. Jika eritrosit makin tua, kadar magnesiumnya perlahan-lahan menurun dengan perkiraan waktu paruh kurang lebih 100 hari. Dengan dasar penurunan monoeksponensial lama hidup sel-sel darah, retikulosit mengandung magnesium 48 persen lebih banyak dari pada rata-rata sel lainnya, sedangkan sel yang mengalami kematian pada umur 115 hari hanya mengandung 46 persen dari jumlah magnesium semula. Perbedaan usia ini memberikan penjelasan terhadap peningkatan konsentrasi magnesium sel darah merah pada kondisi patologis tertentu yang berkaitan dengan perpendekan waktu hidup eritrosit seperti kelainan ginjal kronis, talasemia, anemia sickle cell, dan sebagainya. Kadar magnesium normal juga bervariasi, bergantung metode analisis yang digunakan, namun dengan metode absorpsi atomik, cakupannya berkisar antara 1.5 hingga 2.1 mEk per liter serum. Ion magnesium di dalam eritrosit dan plasma terdapat dalam bentuk-bentuk bebas, kompleks, dan terikat pada protein. Di dalam plasma, kadaranya berturut-turut kurang lebih 55, 13, dan 32 persen. Di dalam cairan serebrospinal, magnesium terdapat dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah magnesium di dalam plasma (kira-kira 2,5 mEk per liter) walaupun protein tidak terdapat dalam cairan serebrospinal tersebut. Kira-kira 55 persen magnesium tadi terdapat dalam bentuk bebas sedangkan sisanya dalam bentuk kompleks. Kadar magnesium dalam keringat manusia rata-rata 0,6 mEk per liternya.

2.3 Konsumsi, Ekskresi dan Homeostasis

Konsumsi magnesium bervariasi akibat luasnya variasi kadar magnesium dalam berbagai bahan makanan. Bagi orang sehat di Amerika dan Eropa Barat, rata-rata konsumsi magnesium berkisar antara 15 hingga 40 mEk (180 hingga 480 mg) setiap hari. Jumlah magnesium yang di anjurkan adalah 300 hingga 350 mg ( 25 hingga 29 mEk) masing-masing untuk wanita dan pria dewasa, dan tambahan 50 hingga 250mg untuk bayi dan anak-anak.

Kira-kira 60 hingga 70 persen magnesium yang di cerna, di buang melalui feses oleh sebagian besar individu. Sisanya (selain yang ditahan oleh jaringan dan hilang dalam keringat atau kulit yang terkelupas), dibuang melalui urine. Beberapa factor fisiologis mempengaruhi absorpsi normal magnesium, termasuk total konsumsi magnesium, lama bahan makanan di tahan dalam usus, kecepatan absorpsi air, konsentrasi magnesium dalam usus, jumlah kalsium, fosfat dan laktosat di dalam makanan.

Pengangkutan magnesium dalam usus pada anak-anak normal telah di bandingkan denagn anak-anak yang memiliki kelainan genetic yang jarang terjadi yang di sebut hipomagnesemia primer. Dari data itu di temukan bahwa absorbsi ion magnesium dari bagian proksimal usus kecil menggunakan dua sistim pengangkutan yang berbeda. Sistem pertama merupakan system yang diperantarai oleh zat pembawa yang akan jenuh pada konsentrasi rendah magnesium intaraluminal (2 dan 4 mEk per liter). Cara ini ternyata tidak berfungsi baik pada hipomagnesemia primer. Cara pengngkutan yang lain yaitu difusi sederhana dan berlangsung pada konsentrasi lebih tinggi ( misalnya 20 mEk per liter). Penarikan oleh pelarut mungkin merupakan factor yang penting pada proses difusi ini.

Vitamin D dan metabolit aktifnya ternyata tidak atau hanya sedikit berpengaruh terhadap absorepsi magnesium dalam usus. Dosis vitamin D moderat yang di berikan kepada pasien –pasien penderita berbagai kelainan metabolism kalsium dan atau penyakit tulang hanya member pengaruh kecil terhadap peningkatan absorpsi magnesium. Peneliti lain mencatat absorpsi magnesium (dan juga fosfat) yang nyata pada subjek yang dalam plasmanya tidak mengandung 2,25-dihidroksi-kolekalsiterol, dan tidak adanya kolerasi antara kadar metabolit vitamin D di dalam plasma dan absorpsi magnesium.

Walaupun ginjal berperan sangat penting dalam mempertahankan homeostasis magnesium, mekanisme ginjal dalam pengaturan ion ini sepanjang nefron belum di teliti secara keseluruhan. Carney et al. melaporkan hasil penelitian mikropunktur pada tikus-tikus yang kehilangan kelenjar tiroid-paratiroid secara akut dan di beri malkan secara berpasangan atau kadar magnesiumnya di deplesi. Mereka jiga membahas bahan bacaan yang sesuai. Hasil penemuannya sama ( seperti peneliti lainnya), menyatakan bahwa proses rabsorpsi relative sangat rendah (kira-kira 14 persen dalam penelitian mereka) pada bagian superficial tubula proksimal bila di bandingkan dengan rebsorpsi air, natrium, dan kalsium. Tikus dan anjing yang memiliki kelenjar parateroit utuh juga member gambaran reabsorpsi nagnesium yang rendah pada bagian nefron ini. Jerat Henle adalah tapak utama reabsorpsi magnesium, baik pada tikus kontrol maupun yang mengalami deplesi magnesium, yaitu masing-masing 63 dan 75 persen dari jumlah yang di saring. Beberapa peneliti lain telah menunjukan bahwa bagian penaik dari jerat Henle adalah tapak utama reabsorpsi tersebut. Reabsorpsi fraksional pada segmen jerat Henle lebih besar pada hewan-hewan difisien yang disebabkan oleh perbedaan pengeluaran urin fraksional, bila di bandingkan dengan hewan kontrol. Namun reabsorpsi magnesium absolute di dalam jerat Henle lebih besr pada hewan kontrol karena jumlah magnesium yang di kirmi ke urin lebih besar. Hingga saat ini masih belum diketahui apakah keadaan di atas berlaku juaga utuk spesies-spesies lain yang defisien magnesium.

Bila konsumsi magnesium sangat di batasi, maka pengeluarannya menurun dengan cepat. Pada konsumsi kurang dari 1 mEk per hari. Pengeluaran rata-rata melalui veses dan urin seseorang, masing-masing kurang dari mEk selama 1 minggu, bila ginjal dan gastrointestinal berfungsi normal. Bila konsumsi magnesium di mulai kembali setelah suatu eriode defisiensi, maka pengeluaran melalui urin meningkat secara nyata jika kadar magnesium dalam serum mendekati batas normal yang rendah. Peningkatan konsumsi normal magnesium, baik melalui mulut atau intavena berakibat peningkatan pengeluaran magnesium melalui urin tanpa mengubah kadarnya di dalam serum secara nyata bila fungsi ginjal normal. Konserfasi yang efisien dari usus dan ginjal serta mekanisme pengeluaran yang efisien pada individu yang normal, memungkinkan terjadinya homeostasis dengan konsumsi magnesium dalam makanan luas secukupnya, sama seperti keadaan dalam metabolism natrium. Bedanya, mekanisme kontrol homeostasis yang mengatur serum magnesium belum di buktikan seperti pada natrium.

Karena hormone paratiroid memubilisasi garam-garam tulang, pemberian hormone tersebut kepeda hewan normal dapat di perkirakan akan berpengaruh terhadap kadar magnesium di dalam serum dan urin. Namun, dosis moderat hormone ini hanya mengakibatkan sedikit ataupun tidak ada kenaikan magnesium plasma pada individu normal dan tanggapan yang berfsriasi pada ekskresi urin. Pemberian kalsitonin pada penginduksi hipokalsemia tetapi tidak mengakibatkan perubahan nyata magnesium serum pada berbagai spesies termasuk manusia normal. Pengaruh berbagai hormone terhadap metabolism magnesium telah di rangkum oleh Walser. Diuretika tertentu, khususnya furosemida dan asam etakrinat, cenderung untuk meningkatkan ekskresi tetapi biasanya untuk waktu yang terbatas saja dan dalam jumlah lebih kecil bila di bandingkan dengan obat-obat anti biotika tertentu yang mempengaruhi

2.4 Hipermagnesemia

2.4.1 Pengertian

Hipermagnesemia adalah kadar magnesium >2,5 mEq/L yang terjadi hampir secara khusus pada individu dengan gagal ginjal yang mengalami peningkatan maukan magnesium, misalnya menggunakan obat yang mengandung magnesium (Horne dan Swearingen, 2001).

Hipermagnesemia seperti halnya kalimium, magnesium terutama merupakan kation intra sel dan terutama di ekskresi oleh ginjal. Kadar serum normal adalah 1,5-2,3 mEq/L. Penderita uremia akan mengalami penurunan kemampuan untuk mengekskresi maghnesium. Namun, biasanya hipermagnesemia bukan masalah yang serius, karena asupan magnesium biasanya menurun akibat anoreksia, berkurangnya asupan protein, dan penurunan absorpsi dari salura cerna. Pembebanan magnesium secara tiba-tiba akibat minum laksaif seperti susu magnesia atau magnesium sitrat dapat menyebabkan kematian.

2.4.2 Penyebab

Orang yang sehat dapat mengekskresikan sampai 60 mg setiap hari. Jadi hipermagnesemia bukanlah masalah klinis yang umum, tetapi dapat terlihat pada gagal ginjal, tenggelam di dalam air asin, memakan magnesium atau sebagai terapi medis.

Hipermagnesemia ringan umumnya tejadi dalam gagal ginjal lakatif serta antacid yang mengandung magnesium dapat menghasilkan gejala-gejala dalam pasien ini. Hipermagnesemia terjadi karena kelebihan penggunaan obat magnesium, antacid, lakatif dan edema.gejala utama dari hipermagnesemia adalah akibat dari depresi perifer dan transmisi neuromuscular sentral. Gejala tidak terjadi sampai kadar magnesium 4 mEq/L (Skach, 1995).

2.4.3 Patofisiologi

Pasien penyakit ginjal stadium akhir sering mengalami  hipermagnesemia dalam tingkat sedang yang memburuk bila memakan senywa yang mengandung magnesium seperti antasida atau katartik. Konsumsi garam magnesium  yang tidak disadari, seperti katartik dapat diidentifikasi dengan terlihatnya hipermagnesemia. Rhabdomiolisis menyebabkan hipermagnesemia karena pelepasan dari otot yang cedera. Insufisiensi adrenal juga dapat menyebabkan hipermagnesemia dalam tingkat sedang. Setengah dari penderitan hiperkalemia hipokalsiurik familial yang berpeluang mengalami hipermagnesemia dalam tingkat sedang. Hipermagnesemia yang berat (6,5 mmol/L) telah ditemukan pada penderita yang hampir mati tenggelam di laut mati di Jordania atau danau Basque di British Columbia . Konsentrasi magnesium dalam air dari rerata simber ini  masing-masing adalah 164 dan 174 mmol/L. di laut Mati, harapan hidup bagi mereka yang hampir mati tenggelam telah dicirikan sebagai hiperkalsemia karena tingginya kandungan kalsium dalam air di daerah tersebut (Kenochel,2000).

2.3.4 Gejala Klinis

Efek utama dari hipermagnesemia adalah neurologik, neuromuscular dan kardiovaskular. Magnesium bertindak sebagai depresan SSP umum. Magnesium juga mempunyai efek seperti kerare pada sambungan neuromuscular, berkisar dari menurunnya refleks tendon dalam sampai paralysis total dan apnea. Hipermagneemia juga dapat menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi (Skach, 1995).

Hipermagnesemia bisa menyebabkan kelemahan, tekanan darah rendah dan gangguan pernafasan. Jika konsentrasinya sampai diatas 12-15 mEq/L, jantung bisa berhenti berdenyut.

2.3.5 Komplikasi

Hipermagnesemia simtomatik jarang dijumpai dan biasanya dipersingkat oleh overdosis garam magnesium atau akibat pemberian magnesium pada eklamsia. Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami eklamsia yang diterapi dengan magnesium dapat mengalami hipermagnesemik. Magnesium dapat menurunkan transmisi neuromuskuler  karena dapat bertindak sebagai depresan susunan saraf pusat. Gejala hipermagnesemia biasanya berkolerasi dengan kadar serum. Mual  biasanya muncul pada kadar antara 2 dan 4 mmol/L (5 dan 10 mg/dL). Sedasi, hipoventilasi dengan asidosis pernapasan, menurunnya refleks tendon dalam, dan kelemahan otot muncul pada kadar antara 8 dan 14 mmol/L (20 dan 34 mg/dL). Hippotensi, bradikardi, dan vasodilatasi yang difus muncul pada kadar 10 sampai 20 mmol/L (24 ampai 48 mg/dL). Areflexia, koma, dan paralisis pernapasan terjadi pada 20 sampai 30 mmol/L (48 sampai 72 mg/dL). Pasien yang mendapat terapi eklamsia harus diamati dengan sangat cermat untuk menemukqan tanda keracunan magnesium. Jika hal ini terjadi,  gejala dan temuan biasanya dapat dibalikan secara cepat dengan infus garam kalsium, karena muatan listrik ion ini saling bertentangan di tempat kerjanya. Pemberian garam faali dan furosemik dapat membantu ekskresi magnesium. Hemodialisis juga efektif (Knochel, 2000).

2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Horne dan Swearingen (2001) pemeriksaan diagnostik dibagi menjadi:

1.Magnesium serum : kadar sistematik lebih besar dari 3 mEq/L (meningkat sampai 10-20 mEq/L mengakibatkan depresi pernapasan, koma dan henti jantung).

2.EKG internal Q-T dan P-R memanjang, QRS lebar, peninggian gelombang T, terjadinya blok jantung dan henti jantung

2.3.7 Pengobatan

Pada hipermagnesemia berat diberikan kalsium glukonas intravena dan alat bantu sistem pernafasan dan sirkulasi.

Obat-obat diuretik intravena yang kuat dapat meningkatkan pembuangan magnesium melalui ginjal.

Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, mungkin perlu dilakukan dialisa.

BAB III

PENUTUP


3.1 Simpulan

Magnesium merupakan salah satu kation esensial utama dalam kehidupan yang sangat diperlukan dalam tubuh terutama untuk lebih dari 300 reaksi metabolik esensial. Magnesium banyak diperlukan untuk metabolisme energi, penggunaan glukosa, sintesis protein, sintesis dan pemecahan asam lemak, kontraksi otot, seluruh fungsi ATPase, hampir seluruh reaksi hormonal dan menjaga keseimbangan ionik seluler. Magnesium diperlukan untuk fungsi pompa Na/K-ATPase. Pada kondisi makanan atau ransum normal dan seimbang maka kadar magnesium dalam tubuh akan selalu konstan. Hal tersebut disebabkan sumber magnesium dalam sumber makanan dari tumbuhan dan hewan banyak mengandung magnesium. Biasanya hipermagnesemia bukan masalah yang serius, karena asupan magnesium biasanya menurun akibat anoreksia, berkurangnya asupan protein, dan penurunan absorpsi dari salura cerna. Pembebanan magnesium secara tiba-tiba akibat minum laksaif seperti susu magnesia atau magnesium sitrat dapat menyebabkan kematian.

Para Tunjangan harian diet yang direkomendasikan (RDA) untuk 240 mg, 14-18 tahun, 410 mg (anak laki-laki) dan 360 mg (anak perempuan); 19-30 tahun, 400 mg (pria) dan 310 mg (wanita), 31 tahun dan lebih tua, 420 mg (pria) dan 320 mg (wanita). Untuk wanita usia hamil 14-18 tahun, RDA adalah 400 mg, 19-30 tahun, 350 mg, 31-50 tahun, 360 mg. Untuk menyusui wanita usia 14-18 tahun, RDA adalah 360 mg, 19-30 tahun, 310 mg, 31-50 tahun, 320 mg. Untuk bayi kurang dari satu tahun, asupan yang memadai (AI) tingkat adalah 30 mg dari lahir sampai 6 bulan dan 75 mg 7-12 bulan. Tingkat asupan harian atas (UL) untuk magnesium adalah 65 mg untuk anak usia 1-3 tahun, 110 mg selama 4-8 tahun, dan 350 mg untuk orang lebih dari 8 tahun, termasuk perempuan hamil dan menyusui.

3.2 Saran

Kepada teman – teman atau para pembaca sekalian jika ada kesalahan penulisan makalah ini, tolong diberikan saran atau pendapat dari pembaca. Atau dari media lain yang dibutuhkan. Demikian saran dari penulis. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA



A.Price Sylvia, M. Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.Edisi 6. Volume 2. Buku Kedokteran EGC, 2006.

Alamaodi OSB. Hypomagnesemia in chronic, stable asthmatics: prevalence correlation with severity and hospitalization. Eur Respir J. 16: 427-31, 2000.

Barbagallo M, Dominguez LJ, Galioto A 2003. Role of magnesium in insulin action, diabetes and cardio-metabolic syndrome X. Mol Aspects Med. 24(1-3):39-52.

Burney PGJ. Epidemiology. In: Asthma. 4th ed. New York, Oxford: University Press Inc. Pp. 197-217,2000.

Bernstein WK, Khastgir T, Khastgir A. Lack of effectiveness of magnesium in chronic stable asthma. Arch Intern Med. 155:271-6, 1995.

Cydulka R, Jarvis HJ. New medication for asthma. Emerg Med Clin North Am. 18: 789-801,2000.

Dacey MJ. 2001. Endocrine and metabolic dysfunction syndromes in the critically ill: hypomaganesium disorders. Crit Care Clin. 17: 155- 73.

Elin Rj. 1987. Assessment of magnesium status. Clin Chem. 33: 1965-70.

E. Shils Maurice.Pengetahuan Gizi Mutakhir Mineral.Jakarta: PT Gramedia,1988.

Fogarty A, Britton J. Nutritional issues and asthma. Curr Opin Pulm Med. 6: 86-9 , 2000.

Fox C, Ramsoomair D, Carter C. 2001. Magnesium: its proven and potential clinical significance. South Med J. 94:1195-201.

Gums JG. Magnesium in cardiovascular and other disorders. Am J Health-Syst Pharm. 61:1569-76 ,2004.

Harsono BI, Yunus F, Wiyono WH. Peranan Magnesium pada Asma. Cermin Dunia Kedokteran, 141:46-50, 2003.

Hartwig A. Role of magnesium in genomic stability. Mutat Res. 475(1-2):113-21 ,2001.

McDonald, P., Edward, R.A. Greenhalg. J.F.D., Morgan, C.A. Animal Nutrition. Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc., Ne York ,1995.

McKeever TM, Scrivener S, Broadfild E, Jones Z, Britton J, Lewis SA. Prospective study of diet and decline in lung function in a general population. Am J Respir Crit Care Med. 165: 1299-303,2002.

Murray PT, Corbrige T. Pharmacotherapy of acute asthma. In: Hall JB, Corbrige TC, Rodrigo C, Rodrigo GJ eds. Acute asthma assessment and management. Singapore : McGraw-Hill. Pp. 139-53, 2000.

Noppen M, Vanmaele L, Impens N, Schandevyl W. Bronchodilating effect of intravenous magnesium sulfate in acute severe bronchial asthma. Chest. 97: 373-6,1990.

Okayama H, Aikawa T, Okayama M, Sasaki H, Suetsugu M, Takashima T. Bronchodilating effect of intravenous magnesium sulfate in bronchial asthma. JAMA,1076-8, 1987.

Picado C, Deulfeu R, Agusti M, Mullol J, Quinto L, Torra M. Dietary micronutrient / antioxydants and their relationship with bronchial asthma severity . Allergy 56: 43-9 ,2001.

Ralston MA, Murnane MR, Kelley RE, Altschuld RA, Unerferth DV, Leier CV. Magnesium content of serum, circulating mononuclear cells, skeletal muscle and myocardium in congestive heart failure. Circulation, 80: 573-80 ,1989.

Reinhart RA. Magnesium metabolism. Arch Intern Med. 2415-20, 1988.

Rodenberger CH, Ziyadeh F. Electrolyte disorders. In. Lanken P, Hanson CW, Manaker S. eds. The intensive care unit manual. Philadelphia: WB Saunders Co. Pp. 415-33 , 2001.

Saris NE, Mervaala E, Karppanen. Magnesium: an update on physiological, clinical and analytical aspects. Clinica Acta. 294(1-2):1-26, 2000.

Scarfone RJ, Loiselle JM, Joffe MD, A randomized trial of magnesium in the emergency department treatment of children with asthma. Ann Emerg Med. 36: 572-8 , 2000.

Schlingmann KP, Konrad M, Seyberth HW. Genetics of hereditary disorders of magnesium homeostasis. Pediatr Nephrol. 19:13-25 , 2004.

Seelig M. Consequences of magnesium deficiency on the enhancement of stress reactions; preventive and therapeutic implications. Am J Nutrition, 13: 429-46 , 1994.

Silvermen R. The pathobiology of asthma: implications for treatment. Clin Chest Med. 21: 361-79 , 2000.

Topf JM, Murray PT. Hypomagnesemia and hypermagnesemia. Rev Endoc Metab Disord. 4:195-206 , 2003.

Zervast E, Lokides S, Papatheodorou G, Psathakis K, Tsindiris K, Panagou P. Magnesium level in plasma and erythrocytes before and after histamine challenge. Eur Respir J. 16: 621-5 , 2000.

Zervast E, Paptheodorou G, Psathakis K, Panagou P, Georgatou N, Loukides S. Reduced intracellular Magnesium concentration in patient with acute asthma. Chest. 123: 113-8, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar